Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Tanjungpura (FISIP UNTAN) Pontianak bekerjasama dengan Asosiasi Ilmu Hubungan Internasional Indonesia (AIHII) mengadakan Seminar pada Hari Kamis (15/08/2019) di Ruangan S2 Ilmu Sosial Universitas Tanjungpura dengan mengangkat tema “Bincang-bincang Ekonomi Politik Perbatasan” dengan para narsumbernya Dr. Phil. Shiskha Prabawaningtyas (BendaharaUmum AIHII/Dosen FISIP Universitas Paramadina), Dr. Elyta, S.Sos, M.Si (Sekretaris Prodi S2 Ilmu Politik FISIP Universitas Tanjungpura) dan Dr. Tatok Djoko Sudiarto (Dosen FISIP Universitas Paramadina).
Seminar ini dimoderatori oleh Firdaus, S.IP, M.Sos yang dihadiri oleh 80 orang peserta yang terdiri dari Mahasiswa dari Fisip Untan dan Mahasiswa (Praja) dari IPDN Pontianak.
Pada kesempatan pertama Elyta memaparkan mengemukakan Ekonomi politik pada dasarnya menyangkut keputusan-keputusan politik (political decisions). Salah satu keputusan politik pemerintah adalah pembanguan dryport internasional di perbatasan Entikong, Pembangunan pelabuhan darat/dry port disinyalir dapat memicu pertumbuhan jumlah industri di sekitar wilayah perbatasan khususnya di wilayah Entikong dalam menunjang aktivitas ekspor.
Tahap pertumbuhan industri membutuhkan negosiasi secara intensif dan bijaksana dalam mengembangkan kawasan industri. Keberadaan dry port memberikan peluang kesuksesan di wilayah perbatasan. Kebijakan penguatan sumber daya manusia dan pengelolaan sumber daya alam yang terdapat di Entikong memiliki potensi yang relatif besar untuk dikelola dengan adanya percepatan perguruan tinggi yang berbasis vocational skills. Kesuksesan pemerintah dalam mengelola wilayah perbatasan menjadi suatu harapan bagi masyarakat di provinsi Kalimantan barat terutama di Kabupaten Sanggau. Penyerapan tenaga kerja yang dibutuhkan dapat dilakukan dengan memberdayakan potensi masyarakat yang tinggal di wilayah sekitar perbatasan.
Selanjutnya Tatok Djoko Sudiarto menyatakan bahwa daerah perbatasan menjadi koridor depan wilayah Indonesia baik dari segi kebijakan pembangunan, itikad pemerintah, porsi anggaran, badan penanganan, dan juga pembinaan sosial kemasyarakatan, salah satu prioritas pembangunan untuk penguatan wilayah, masyarakat dan juga diplomasi dengan negara tetangga dan dunia internasional.penanganan perbatasan dengan kebijakan luarbiasa (extraordinary policy) bukan kebijakan yang biasa-biasa saja (ordinary policy), (d). pengelolaan perbatasan berbasis pandangan (paradigma) bahwa batas bukanlah garis (line) tapi daerah (area) yang berisi penduduk yang perlu ditingkatkan
Lebih lanjut Shiskha mengemukakan tentang dinamika studi perbatasan dengan mempertanyakan ulang tentang konsep batas / “border” sebagai sebuah garis batas yang ditentukan oleh keputusan politik negara dan wilayah perbatasan sebagai sebuah boundary atau frontier. Konsep ini, kemudian menentukan konstruksi atau makna tentang “kita” dan “mereka” atau “di dalam” dan “di luar”.
Dalam proses pembentukan negara bangsa di Asia Tenggara, seringkali konstruksi identitas etnis telah terbentuk jauh sebelum identitas negara-bangsa. Akibatnya wilayah perbatasan seperti di Kalimantan Barat harus diperlakukan sebagai sebuah zona yang memiliki konstruksi identitas lintas batas / transborder identity.